Maqashid Pelarangan Riba – Riba adalah salah satu dosa besar dalam Islam. Bahkan disebutkan bahwa pelaku riba akan diperangi oleh Allah dan Rasulnya.
Sebagaimana firman Allah SWT,
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).” (QS 2: 278-279)
Melihat perang antara Rusia dan Ukraina saja sudah mengerikan apalagi perang melawan Allah dan rasulnya. Tentu sebagai insan beriman hal tersebut tidak diinginkan.
Lantas apa maksud atau tujuan dilarangnya riba ini? Setidaknya ada empat sebagaimana yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Oni Sahroni dan Ir. Adiwarman Karim dalam bukunya, “Riba, Gharar, dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah”.
Baca Juga: Inilah 3 Keutamaan Sedekah Shubuh
Uang Tidak Boleh Jadi Komoditas
Maqashid atau tujuan pelarangan riba yang pertama adalah bahwa uang tidak boleh menjadi komoditas. Kenapa demikian? karena uang tidak boleh diperjual belikan.
Bila komoditas memang itu boleh dan sah untuk diperjual belikan tetapi tidak dengan uang. Ia merupakan alat tukar untuk bisa mendapatkan barang dan jasa.
Uang tidak sama dengan komoditas.
Untung Muncul Tanpa Risiko
Dalam riba khususnya riba qardh, keuntungan (al-ghunmu) muncul tanpa adanya risiko (al-ghurmu). Seharsunya pada prinsipnya setiap ada keuntungan pasti ada potensi risiko yang harusnya terjadi.
Bahasa yang sering dipakai dalam dunia investasi yaitu high risk high return.
Dalam riba juga hasil usaha (al-kharraj) muncul tanpa adanya biaya (dhaman). Padahal bila bicara soal bisnis, kemungkinan seseorang mengalami untung dan rugi akan selalu ada.
Bila adanya kepastian bahwa seseorang dapat untung tanpa menanggung risiko maka itu sudah diluar kodratnya dan ini termasuk perbuatan yang zhalim.
Baca Juga: Kisah Sedekah Zaman Nabi Musa, Sepasang Suami Istri yang Mendadak Kaya
Kaidah Kullu Qardhin Jarra Manfa’atan Fahua Riba
Dalam riba ada kaidah kullu qardin jarra manfa’atan fahua riba yang artinya setiap pinjaman yang memberikan manfaat adalah riba.
Merujuk pada kondisi saat ini, perbankan konvensional menerapkan riba nasi’ah. Hal tersebut dapat dilihat dari pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, giro dan lain-lain.
Bank memberikan pinjaman dan mensyaratkan bunga kepada si peminjam. Padahal nasabah yang mendapatkan pinjaman tidak mendapat keuntungan yang fixed and predermind juga.
Kaidahnya bisnis pasti ada untung dan ruginya. Sejatinya juga pinjaman adalah transaksi kebaikan bukan untuk mencari keuntungan.
Mencegah Rentenir Berbuat Zhalim
Maqashid pelarangan riba keempat adalah untuk mencegah rentenir untuk berbuat zhalim. Bila kita lihat praktik orang-orang yang menjadi rentenir bisa dilihat banyak yang mengeksploitasi si peminjam.
Mereka berbuat zhalim dan tak jarang juga menyakiti. Ini yang kemudian membuat banyak peminjam stress dan akhirnya bisa sampai ke bunuh diri.
Baca Juga: Kisah Inspirasi Abu Bakar Ash Shiddiq tentang Nenek Tua yang Diayomi
Penutup
Demikian penjelasan tentang maqashid pelarangan riba. Semoga kita sebagai insan beriman bisa terhindar dari praktik tersebut.
Simak artikel seputar edukasi dan berita tentang wakaf lainnya di blog wakaf sukses.